Senin, 24 Agustus 2015

Penyesuaian Sosial


1. Pengertian Penyesuaian Sosial
Menurut Alexander A. Schneiders dalam bukunya yang berjudul “Personal adjustment and mental health” (1964:454) yang memberikan definisi sebagai berikut :
“Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively and wholesomely to social realities, situation and relations do that the requirement for social living are fulfilled in an acceptable and satisfactory manner”.
         Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan kemampuan untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap situasi, realitas dan relasi sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan.
          Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah seseorang yang mampu merespon secara matang, efisien, memuaskan dan bermanfaat. Efisien maksudnya adalah apa yang dilakukannya memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diinginkannya tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu, dan melakukan sedikit kesalahan. Pengertian bermanfaat maksudnya adalah apa yang dilakukan ditujukan untuk kemanusiaan, lingkungan sosial, dan didalam berhubungan dengan Tuhan, dengan demikian terdapat kategori individu yang baik dalam penyesuaian diri, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan sosialnya.
Hurlock (1999) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Menurut Eysenck, dkk dalam Anantasri, (1997) penyesuaian sosial merupakan proses individu atau suatu kelompok mencapai keseimbangan sosial dalam arti tidak mengalami konflik dengan lingkungan, dengan demikian individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Schneiders (1964) juga menyebutkan penyesuaian sosial sebagai kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas sosial, situasi, dan hubungan sehingga tuntutan atau kebutuhan dalam kehidupan sosial terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Penyesuaian sosial adalah proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya (Schneiders, 1964).
Dari pengertian diatas didapat disimpulkan bahwa penyesuaian sosial sebagai kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial agar dapat memenuhi tuntutan dalam kehidupan sosial.

2. Aspek – Aspek Penyesuaian Sosial
Menurut Schneider (1964) aspek – aspek penyesuaian sosial adalah sebagai berikut:
a.      Penyesuaian sosial terhadap keluarga
Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan keluarga memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
1. Adanya hubungan yang sehat antar anggota keluarga, tidak ada penolakan (rejection) orang tua terhadap anak – anaknya, tidak ada permusuhan, rasa benci atau iri hati antar anggota keluarga.
2. Adanya penerimaan otoritas orang tua, hal ini penting untuk kestabilan rumah tangga dan anak wajib menerima disiplin orang tua secara logis.
3. Kemampuan untuk mengemban tanggung jawab dan penerimaan terhadap pembatasan atau larangan yang ada di dalam peraturan keluarga.
 4. Adanya kemauan saling membantu antara anggota keluarga baik secara perorangan maupun kelompok.
 5. Kebebasan dari ikatan secara emosional secara bertahap dan menumbuhkan rasa mandiri.

 b. Penyesuaian sosial terhadap lingkungan sekolah
Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan sekolah memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
1. Adanya perhatian, penerimaan, minat dan partisipasi terhadap fungsi dan aktivitas sekolah.
2. Adanya hubungan yang baik dengan komponen sekolah seperti guru, dan teman sebaya.

c. Penyesuaian sosial terhadap lingkungan masyarakat
 Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan masyarakat memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1. Mengenal dan menghormati orang lain di sosial
2. Bergaul dengan orang lain dan mampu mengembangkan sifat bersahabat, keduanya diperlukan untuk penyesuaian sosial yang efektif.
3. Penyesuaian sosial yang menarik dan dukungan untuk kesejahteraan orang lain.
4. Bersikap hormat terhadap hukum, tradisi, dan adat istiadat. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati peraturan dan tradisi yang berlaku dilingkungan maka ia akan dapat diterima dengan baik dilingkungannya

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial
Schneider (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian sosial seorang individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kondisi Fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, meliputi hereditas, konstitusi fisik, kesehatan, sistem syaraf, kelenjar, dan otot.
b. Perkembangan dan kematangan, khususnya intelektual, sosial, moral, dan emosi.
c. Kondisi psikologis, meliputi pengalaman. Selain itu ada proses belajar, pembiasaan, frustrasi, dan konflik.
d. Kondisi lingkungan, khususnya lingkungan rumah dan keluarga, dimana kondisi keluarga dapat menimbulkan kesulitan remaja melakukan penyesuaian sosial.
e. Faktor kebudayaan, termasuk agama. Dimana nilai-nilai sosial budaya mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang, termasuk penyesuaian sosialnya.


Rabu, 18 Maret 2015

Psikologi Forensik part 1 : PROFILING CRIMINAL

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. Banyak orang yang tertarik dengan ilmu ini karena pada dasarkan kita tertarik mengenai diri kita dan orang lain. Bisa jadi, kita berharap kita tahu apa yang kita pikirkan dan orang lain pikirkan. Tetapi apa ayng saya bahas kali ini bukanlah mengenai kenapa orang tertarik dengan psikologi atau bagaimana cara mengetahui apa yang orang lain pikirkan. Berhubung jaman sedari SD sampai SMA saya menyukai komik 'Detectif Conan' dan ketika kuliah saya jatuh cinta kepada Sherlock Holmes. Saya akan membahas mengenai psikologi forensik, salah satu aplikasi terapan dari psikologi di bidang hukum. Selain itu saya juga menuliskan mengenai profiling criminal, salah satu tugas kelompok untuk menganalisa suatu kasus kejahatan, yang saya lakukan bersama teman-teman saya dikampus.


Psikologi Forensik dan Profiling Criminal
Psikologi Forensik adalah semua bentuk dan metode psikologi untuk menyelesaikan permasalahan hukum. Ilmu ini bekerja dengan meneliti aspek-aspek perilaku manusia yang berkaitan dengan proses peradilan (saksi mata, memori dan kesaksian, pengambilan keputusan para juri, perilaku kriminal). Psikolog forensik bisa berperan sebagai saksi ahli, criminal profiler, seleksi polisi, penggunaan hipnosis dalam investigasi (yang walaupun sampai sekarang diragukan reliabilitasnya), evaluasi kewarasan dan kompetensi mental.

Psikologi forensik sendiri di Indonesia masih belum sering digunakan dibandingkan dengan negara luar, dikarenakan keterpercayaan pemerintah dan psikolog forensik sendiri di Indonesia masih sangaaattt jaraaanggg. Akan tetapi, berdasarkan pemberitaan televisi kita bisa melihat psikologi forensik semakin berpengaruh. Penerapan psikologi dimata hukum dinilai penting dan membantu penyelsaian kasus kejahatan dikarenakan banyaknya kasus kriminal yang disertai masalah mental. Contohnya saja beberapa media menanyakan pendapat psikolog mengenai kasus kriminal seperti kasus mutilasi yang dilakukan Ryan (tahun 2008) dan kasus Ade Sara yang dibunuh pacar dan temannya (2014).

Salah satu aplikasi psikologi forensik adalah criminal profiling. Criminal profiling adalah Suatu usaha ilmiah untuk menyediakan informasi khusus tentang tipe-tipe pelaku kejahatan tertentu, dan digunakan sebagai skesta biografis pola perilaku dan kecenderungan munculya perilaku tersebut. Informasi ini lah yang akan menolong kepolisian untuk menangkap pelaku kejahatan. Berikut adalah contoh analisis profiling yang kami lakukan:

ANALISIS KASUS BLACK DAHLIA MURDER
penulis: Yosi Sihite, Erika Gressia, Satriani Manalu

      Dalam kasus kriminal atau kejahatan, criminal profiling dibutuhkan untuk membantu menganalisis dan memberikan informasi khusus tentang tipe tertentu dan sebagai sketsa biografi dari perilaku, trend, dan kecenderungan pada seorang tersangka. 
            Dalam kasus ini data profiling yang dimiliki oleh pihak kepolisian yaitu bukti fisik, foto-foto TKP, hasil otopsi laporan dan gambar, keterangan saksi, laporan informasi latar belakang dari saksi dan polisi. Dari TKP dan barang bukti yang ada dari korban, psikolog forensik dapat melihat beberapa indikasi perilaku pelaku dari tanda-tanda yang ada pada korban untuk membuat perkiraan profil kriminal pelaku, yaitu seperti:
Bukti fisik :
-          Kemungkinan pelaku adalah seorang pria yang berbadan cukup kekar, hal ini dapat dilihat dari, darah mayat korban yang sudah mengering dan di tempat ditemukannya korban  tidak terdapat bercak darah yang banyak. Jadi dapat diasumsikan bahwa pembunuhan dilakukan di tempat terpisah dengan tempat pembuangan mayat tersebut. Oleh karena itu, untuk membawa mayat korban, dibutuhkan fisik yang cukup kuat untuk mengangkat mayat tersebut. Maka diasumsikanlah bahwa pelakunya adalah pria yang berbadan cukup kekar.
 Bukti psikologi :
  1. -          Korban ditemukan dalam keadaan terbaring tanpa pakaian di tengah lapangan terbuka dengan pose yang vulgar. Disana terlihat, bahwa pelaku ingin menunjukkan kontrolnya menurut fantasinya sendiri sehingga ia menampilkan mayat korban dengan posisi tertentu untuk tujuan mempermalukan korban dan meletakkan mayat korban di tempat-tempat yang mudah ditemukan. Jadi jika kita simpulkan dari analisis keadaan tersebut, pelaku memiliki sifat dominansi yang kuat dan fantasi yang besar.
  2. -          Dari barang bukti, dapat dilihat bahwa pelaku membunuh korban dengan teknik yang rapi seperti terlihat pada caranya memotong tubuh korban menjadi bagian atas dan bawah dimana tidak ada tanda-tanda korban di mutilasi dengan membabi buta atau berantakan. Atau dari sayatan-sayatan yang tampak pada alat kelamin korban, sayatan-sayatan tersebut dilakukan dengan rapi. Diperkirakan juga kalau selang waktu pembunuhan dengan pembuangan mayat adalah beberapa hari. Karena dapat dilihat darah korban sudah mengering dan tidak ada bercak darah pada tempat ditemukannya mayat. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku adalah orang yang rapi dan teratur dan berkemungkinan adalah seseorang yang berpendidikan dan berasal kelas sosial menengah keatas.
  3. -          Korban juga diketahui telah disekap dan disiksa selama beberapa hari, dimana hal ini ditunjukkan dari bekas jeratan tali pada pergelangan kaki dan tangannya. Ia juga telah diperkosa baik secara anal atau vaginal yang mana diikuti dengan sayatan-sayatan di daerah tersebut. Meski dari hasil otopsi tidak ditemukan sperma pelaku pada korban. Namun ini menunjukkan, bahwa pelaku memiliki penyimpangan seksual, karena ia melakukan hubungan seksual tanpa memanfaatkan alat kelaminnya sendiri dan menyakiti alat kelamin korban dimana kemungkinan hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan fantasi dan gairah pelaku tersebut.
  4. -          Pelaku juga kemungkinan adalah seorang yang cerdas, karena baik dari tubuh korban dan barang bukti yang dikirimkan pelaku pada polisi yaitu barang-barang pribadi milik korban berupa paspor, kartu nama, foto-foto korban bersama rekan-rekannya, nota dan akte kelahiran korban, tetapi tidak ditemukan sidik jari pada barang-barang tersebut dan tubuh korban. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku telah menghapus dan membersihkan bukti-bukti yang mengarah pada dirinya.
  5. -          Berdasarkan referensi (www.criminalprofiling.ch), diketahui bahwa luka-luka wajah yang brutal pada korban menunjukkan bahwa pelaku tahu korban-korban mereka.

-          Dari uraian dan analisis di atas untuk sementara, motif pelaku dalam membunuh korban yaitu kemungkinan karena gangguan seksual karena korban diperkosa dengan cara tidak normal, pribadi karena wajah korban dilukai secara brutal dengan cara yang sadis yang mana menujukkan bahwa korban adalah orang yang dikenal pelaku dan emosional karena pelaku menyakiti korban berkali-kali di berbagai tempat tubuh korban.
  
Berdasarkan teori :
            Dalam kasus ini, pendekatan profiling kriminal yang digunakan oleh pihak kepolisian adalah:
-          Profiling kriminal dari karakteristik kejadian kejahatan
Dalam kasus pihak kepolisian menganalisis TKP dalam menentukan modus operandi dan signaturenya, yaitu :
  Modus operandi :
Standar prosedur yang dilakukan oleh pelaku dalam membunuh korbannya;
Pertama, korban dianiaya, kemudian ditelanjangi, diperkosa dan disodomi.
Kedua, korban disekap dan mengikat kedua tangan dan kakinya dengan tali.
Ketiga, korban dipotong menjadi dua bagian.
Keempat, korban dibuang ke tempat lain.

Signature :
Tanda kriminalitas yang mencerminkan keunikan, aspek-aspek pesonal pada tindakan kriminal atau seringnya merefleksikan ekspresi dari kejahatan perilaku.
Pada tubuh korban, pelaku menyayat alat kelamin korban, menguliti payudara kanan korban, merobek mulut korban, melubangi perut bagian bawah dan paha kiri, serta memotong tubuh korban menjadi dua, di bagian atas pinggang.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Dari analisis di atas kita bis melihat siapa sajakah orang yang kemungkinan menjadi pelaku kejahatan Black Dahlia dari cara profil kriminalnya. Pemprofilan pelaku kejahatan menolong polisi untuk menangkap pelaku kejahatan. Contohnya saja pembegalan yang marak terjadi di kota-kota besar, dengan melakukan pemprofilan terhadap pembegal, polisi akan terbantu mempetakan siapa saja yang menjadi pembegal, di wilayah mana mereka bekerja dan langkah apa yang dilakukan mencegah pembegalan. Jika Anda tertarik lebih lanjut dengan penerapan profiling criminal ada satu drama yaitu 'Gap Dong' . Drama ini mengenai kasus pembunuhan berantai yang disertai kejahatan seksual, dalam drama ini terlihat jelas bagaimana psikolog forensik bekerja melakukan profiling dan efek psikologis sebuah kejahatan bagi korban dan pelaku.

REFERENSI
Wrightsman, Lawrence S. 2001. Forensic Psychology. United State of America: Wadsworth.
 http://xfile-enigma.blogspot.com/2010/06/black-dahlia-murder-kisah-pembunuhan.html
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/12/09/17263271/Akhir.Cerita.Sejoli.Terdakwa.Pembunuh.Ade.Sara.
http://wiki.d-addicts.com/Gap_Dong